Mengingat semangat juang dan nasionalisme, saya ingat pemain naturalisasi pertama Timnas Indonesia, yaitu Arnold van der Vin. Semangat juang dan nasionalisme merupakan pondasi utama untuk negara ini bisa merdeka dan berdiri sampai saat ini.
Seperti yang tertuang pada Ikrar Sumpah Pemuda yang dianggap sebagai janji atau karya akan semangat pemuda sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) untuk menguatkan cita-cita akan 'Tanah Air Indonesia', 'Bangsa Indonesia' dan 'Bahasa Indonesia' yang satu.
Oleh karena itu, setiap tahunnya pada tanggal 28 Oktober, masyarakat Indonesia akan mengenang jasa para pahlawan Indonesia yang sudah berjuang menciptakan persatuan di kalangan anak muda untuk mengusir penjajahan.
Pertama kali diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928, yang berarti saat itu digunakan untuk menjadi tonggak perlawanan kepada penjajahan pada Belanda. Bahkan perjuangan menggaungkan semangat dan jiwa nasionalisme juga hadir lewat olahraga sepak bola.
Berbekal semangat yang digaungkan oleh Sumpah Pemuda pada 1928, muncullah sosok Soeratin yang mendirikan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) guna mengamalkan butir-butir yang ada pada sumpah tersebut, selang dua tahun kemudian, tepat 19 April 1930.
Soeratin merasa didirikannya PSSI akan menjadi wadah untuk persatuan para pemuda di Indonesia dengan menggunakan sepak bola sebagai pemersatu. Dan hal itu berhasil terealisasi, karena semangat Sumpah Pemuda tak hanya menular di dalam diri para pemain asli Indonesia. Tapi juga dirasakan oleh beberapa pemuda asal Belanda saat itu yang gemar bermain sepak bola.
Bahkan oleh karenanya, PSSI untuk pertama kali melakukan naturalisasi langsung pada empat pemain berkewarganegaraan Belanda, yaitu Van der Berg, Piteersen, Pesch, Boelard van Tuyl dan Arnold van der Vin pada era 50an silam.
Nama terakhir, Van der Vin pun santer terdengar di telinga para pecinta sepak bola dunia karena tercatat pernah membela Timnas Indonesia. Bahkan semangat van Der Vin jika kita perhatikan, adalah salah satu contoh dari penerapan butir-butir Sumpah Pemuda.
Van der Vin Semangat Bela Timnas Indonesia
Jika pada zaman penjajahan orang Belanda bisa dikatakan bukan bagian dari Warga Negara Indonesia, bertolak belakang dengan Van der Vin yang punya jiwa nasionalisme tinggi dan cinta akan Tanah Air.
Tidak hanya merasa kerasan tinggal di Indonesia, bahkan Van der Vin yang lahir di Semarang, November 1924, sampai memutuskan mengganti status kewarganegarannya menjadi Indonesia dari Belanda.
Van der Vin juga memulai karier sepak bolanya di Indonesia saat membela klub Excelsior yang ada di Surabaya pada tahun 1939. Tapi dalam waktu singkat karena harus ikut orang tuanya berpindah-pindah kota. Terkenal dengan nama Nol van der Vin juga pernah memperkuat Union Makes Strength (UMS) dan sampai Persija Jakarta.
Karena kemampuannya, dia pun beberapa kali membela Timnas Indonesia, namun sempat mengalami masalah karena status warga negara. Meski sempat mengalami masalah status warga negara dan ditolak beberapa kali membela Timnas Indonesia, Van der Vin ogah putus asa dan terus menunjukkan kontribusinya pada perkembangan sepak bola Indonesia.
Hingga akhirnya saat belum resmi naturalisasi menjadi WNI, Van der Vin nyatanya tetap bisa memperkuat Timnas Indonesia dalam pertandingan yang tidak resmi. Penantian Van der Vin yang tak kenal putus asa menanti naturalisasi menjadi WNI pun berbuah manis.
Dikutip dari Goal, pada tanggal 27 Juli 1952, dia pertama kali membela Timnas Indonesia dalam laga resmi. Bahkan pada tahun 1960, dia kembali memperkuat Timnas Indonesia saat menghadapi Hungaria di Lapangan Ikada, Jakarta.
Bahkan dia mempermalukan legendaris sepak bola dunia saat itu, Ferenc Puskas usai menepis tendangan penalti ke gawangnya.
Menurut Majalah Olahraga (majalah Sepuluh Harian), edisi ke-14 tahun ke-2, pada tanggal 15 Juli 1953 hal. 8, kemampuan Van der Vin menjaga gawang berawal dari bakat alami. Dia tak pernah merasakan dilatih oleh pelatih kiper khusus seperti yang dialami oleh para penjaga gawang Indonesia saat ini.
Barulah saat masuk Timnas Indonesia, dia dilatih oleh Pelatih Kiper, Choo Seng Quee. Namun Choo Seng Quee hanya melatih kekuatan nafas saja, selebihnya adalah pengalaman dan ketelitian Van der Vin saat memperhatikan kiper-kiper kelas dunia sedang bertanding.
Terusir tapi Kembali Lagi ke Indonesia
Saat membela Persija Jakarta cukup lama, dari tahun 1948 hingga 1954, Van der Vin pun turun berprestasi. Dia menyumbang satu gelar juara Piala Perserikatan 1954 untuk Persija.
Namun setahun berselang, dia sempat harus pulang ke Belanda karena sikap politik Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno yang mengusir semua orang Belanda di Tanah Air, menurut kabar dari Jawa Pos per tanggal 06 Mei 2015.
Dirinya pun berpisah dengan Persija Jakarta dan pulang ke Belanda. Di negara asalnya, dia sempat dikontrak oleh Fortuna 54 (klub sepak bola Belanda yang sekarang bernama Fortuna Sittard). Hanya setahun di Fortuna 54, Van der Vin yang tak pernah surut semangatnya membela Indonesia kembali pada tahun 1955.
Dia pun kembali ke Tanah Air dan memperkuat PSMS Medan. Setelah itu, dia bergabung selama 5 tahun terakhir (1956-1961) dalam kariernya bersama klub asal Malaysia, Penang FA.
Meski mengakhiri kariernya di Malaysia, Van der Vin tetap menjadi kiper Timnas Indonesia yang sulit dicari tandingannya saat ini. Sosoknya patut ditiru oleh para kiper Timnas Indonesia sekarang ini.
Ya, semangat dan rasa cinta Van der Vin kepada Indonesia merupakan salah satu wujud dari butir-butir Sumpah Pemuda. Tidak hanya oleh kiper, apa yang dilakukan Van der Vin patut dicontoh oleh para pemuda Tanah Air, khususnya mereka para penggawa Timnas Indonesia agar negara ini bisa mengukir prestasi di kancah dunia.
*artikel ini sudah publish di indosport tanggal 28 Oktober 2019
Comments